MAKALAH MANAJEMEN RISIKO
KARAKTERISTIK MANAJEMEN RISIKO YANG BAIK
Dosen : Dr. Dra. Rahmani Timorita Y., M.Ag
Disusun Oleh:
Mau’izhotul Hasanah
(13423114)
Program Studi Ekonomi Islam
Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2015
Puji syukur
saya panjatkan kepada Allah SWT Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas nikmat dan karunianya yang telah
diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Manajemen
Risiko yang berjudul Karakteristik Manajemen Risiko yang Baik. Shalawat serta
salam tetap tercurahkan kepada suri tauladan bagi umat manusia yakni nabi Muhamad SWT yang mana sesosok
manusia sempurna yang telah memperjuangkan agama Islam sehingga sampai sejaya
ini. Dan tak lupa saya berterima kasih kepada dosen pengajar kami
Dr. Dra. Rahmani Timorita Y., M.Ag yang mana telah membimbing kami
selama materi ini berlangsung dan juga telah mempercayakan tugas ini kepada
saya, sehingga saya dapat mengambil pengetahuan dan pembelajarannya.
Makalah ini dirancang dan ditulis
sebagai tugas individu begitu pula
bertujuan agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui tentang Karakteristik
Manajemen Risiko yang Baik. Sehingga mahasiswa/mahasiswi dapat mengambil
kesimpulan atas apa yang saya bahas pada makalah ini dan saya pun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
yang membacanya khususnya bagi mahasiswa maupun mahasiswi jurusan Ekonomi.
PENDAHULUAN
Risiko merupakan bagian dari kehidupan suatu perusahaan.
Suatu perusahaan akan berjumpa dengan bermacam-macam risiko yang biasanya
risiko itu memiliki sebuah konotasi yang negatif, yang dapat merugikan sebuah
perusahaan tersebut jika tidak segera diantisipasi dari awal. Karena risiko berkaitan dengan kemungkinan
keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran sebuah perusahaan.
Dengan keadaan risiko yang akan menggangu sebuah pencapaian tujuan perusahaan
Maka sebuah risiko haruslah dikelola dengan baik melalui manajemen risiko
karena pada hakikatnya risiko tidak bisa dihindari.
Dalam sebuah manajemen risiko terdapat pengelolaan
risiko. Ketika sebuah perusahaan dapat mengelola risiko perusahaannya dengan
baik maka akan berdampak baik bagi perusahaannya. Namun, ketika sebuah
perusahaan tidak dapat mengelola risikonya dengan baik maka akan terjadi
kerugian bagi perusahaan tersebut. Disamping itu, agar tidak terjadinya
kesalahan dalam proses pengelolaan risiko lebih baiknya perusahaan mengenal dan
memahami terlebih dahulu terkait dengan karakteristik manajemen risiko yang
baik, dengan melihat karakteristik manajemen risiko yang baik sehingga
perusahaan lebih selektif dalam memilih dan juga akan memberikan dampak yang
positif pagi perusahaan. Maka disini saya sebagai penulis akan memberikan
penjelasan mengenai apa saja karakteristik manajemen risiko yang baik untuk
sebuah perusahaan.
PEMBAHASAN
1.
Formal dan sitematis
Formal merupakan kegiatan manajemen risiko yang dilakukan secara
resmi oleh suatu organisasi atau perusahaan dengan tujuan tertentu dan mendapat
dukungan dari Top Manajemen
2.
Terintegrasi
Menunjukan bahwa suatu kegiatan tersebut menyatu dengan kegiatan
yang lainnya dalam organisasi atau perusahaan, khususnya kegiatan lini dari
suatu organisasi dikarenakan dalam suatu institusi atau unit usaha tidak dapat
berdiri sendiri melainkan adanya keterkaitan dengan unit lainnya.
3.
Komperhensif
Menunjukan bahwa manajemen risiko bukan kegiatan parsial melainkan
kegiatan yang menyeluruh. Kegiatan manajemen risiko bukan hanya pekerjaan bagi
manajer risiko, namun merupakan pekerjaan lini juga.
Salah satu kunci
keberhasilan manajemen risiko perusahaan adalah memahami bisnis perusahaannya.
Manajemen risiko bukan hanya tanggung jawab direksi atau manajer, melainkan
semua anggota perusahaan memiliki tanggung jawab atas manajemen risiko. Semua
pihak dalam perusahaan harus menyadari bahwa pekerjaannya akan berpengaruh
terhadap risiko perusahaan.
Dengan memahami bisnis
perusahaan diharapkan seluruh potensi yang dapat menyebabkan risiko dapat
diidentifikasi dengan baik sehingga dapat mendorong terciptanya konsep
manajemen risiko yang sesuai dengan perusahaan karena untuk semua model
manajemen risiko tidak bisa di terapkan sama untuk semua situasi, harus ada
penyesuaian-penyesuaian terhadap risiko-risiko yang sedang dihadapi. Disamping
itu dengan memahami bisnis perusahaan akan menghasilkan pelaksanaan manajemen
risiko yang berbeda dengan perusahaan lain
yang dapat diimplementasikan
dengan baik.
Dalam pengelolaan
risiko yang efektif, perusahaan harus membuat manajemen risiko yang formal,
yang merupakan suatu upaya khusus dan didukung oleh perusahaan. Secara singkat,
manajemen risiko formal mencakup tiga hal yaitu:
a)
Infrastruktur
Keras : Ruang kerja, struktur
organisasi, komputer, model statistik, dan sebagainya
b)
Infrastruktur
Lunak : Budaya kehati-hatian,
organisasi yang responsif terhadap risiko, dan sebagainya
c)
Proses
Manajemen Risiko : Identifikasi,
pengukuran, dan pengelolaan risiko
Disamping
pengelolaan risiko secara formal, risiko perlu dikelola secara integratif.
Bagan dibawah ini merupakan perbandingan antara paradigma manajemen risiko yang
lama dengan yang baru yaitu:
Paradigma Lama
|
Paradigma Baru
|
·
Pengelolaan
risiko dilakukan secara terpisah oleh masing-masing departemen atau fungsi.
Perhatian lebih kepada akuntansi dan audit internal
|
·
Terintegrasi:
manajemen risiko dikoordinasikan oleh eksekutif level puncak, setiap orang
melihat manajemen risiko sebagai bagian dari pekerjaan mereka
|
·
Ad-hoc:
manajemen risiko dilakukan jika manajer merasa perlu untuk melakukannya
|
·
Terus
menerus: manajemen risiko merupakan proses yang berkelanjutan
|
·
Fokus
yang lebih sempit: terutama memfokuskan pada risiko yang diasuransikan dan
risiko keuangan
|
·
Fokus
luas: semua risiko bisnis dan kesempatan bisnis diperhatikan.
|
Fokus dalam paradigma baru lebih
luas sehingga bisa diidentifikasikan sebagai kejadian atau tindakan yang dapat memberikan dampak
negatif terhadap kemampuan perushaan untuk menjalankan strateginya dan mencapai
tujuannya. Kata tambahan manajemen terhadap risiko mempunyai implikasi bahwa
risiko dikelola dengan cara:
1.
Formal : menggunakan sumber daya perusahaan untuk
mengelola risiko dengan tujuan tertentu seperti meningkatkan nilai perusahaan.
2.
Terintegrasi : mempunyai keuntungan seperti lebih
menyeluruh (semua risiko dilihat), biaya pendanaan lebih kecil seperti premi asuransi lebih murah, dan
menghilangkan ketidakkonsistenan antarbagian dalam persahaan.
Untuk mencapai manajemen risiko yang terintegrasi secara
formal, perusahaan dapat melakukan langkah sebagai berikut:
1.
Mengidentifikas
semua risiko dan merangking risiko (prioritas risiko)
2.
Beberapa
perusahaan mengunakan sesi brainstroming gabungan antara manajer
perusahaan dengan konsultan untuk mengidentifikasi semua risiko. Langkah
berikutnya adalah merangking risiko tersebut sehingga dapat dilihat urutasn prioritasnya.
Manajer dalam hal ini dapat diminta untuk memberi rangking risiko-risiko yang
diidentifikasi dengan menggunakan dimensi tertentu
3.
Menghitung
probabilitas dan dampak risiko secara kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
tersebut memungkinkan perusahaan menghitung dampak tersebut lebih akurat,
meskipun tidak semua rasio dapat dikuantitatifkan.
4.
Melihat
ketidakkonsistenan antarbagian, melihat efek diversifikasi risiko-risiko yang
ada di perusahaan, sekaligus melihat kesempatan untuk penghematan dalam pendanaan
risiko.
3.
Mengembangkan Infrastruktur Risiko
Dalam pelaksanaanya,
manajemen risiko yang efektif membutuhkan infrastruktur risiko yang mendukung.
Infrastrktur risiko yang mendukung disini adalah struktur organisasi.
Perusahaan menggunakan struktur organisasi yang bervariasi. Disamping itu
ketersediaan sarana dan prasarana menjadi suatu kebutuhan wajib yang harus
dipenuhi etrmasuk didalamnya pengembangan SDM terkait dengan fungsi dari
manajemen risiko tersebut.
4.
Menetapkan Mekanisme Kontrol
Manajemen yang
efektif harus memiliki sistem pengendalian yang baik, agar terjadinya mekanisme
saling mengontrol, menghindari kekuasaan yang berlebihan, dan tidak adanya
pemusatan kekuasaan. Jika terjadinya pemusatan kekuasaan maka akan menghalangi
mekanisme check and balances.
5.
Menetapkan Batas (Limits)
Penentuan batas
merupakan bagian dari manajemen risiko, dengan adanya batasan maka manajer
dapat menentukan batas kendali yang dimilikinya sehingga mereka mengetahui
kapan harus jalan dan kapan harus berhenti. Dalam menetapkan batas tergantung
pada tipe risikonya seperti:
a)
Risiko
pasar : batas risiko mencakup VAR
maksimunm tertentu, pembatasan pada jenis instrumen yang dapat diperdagangkan, kualifikasi trader,
durasi, batas untuk stop-loss.
b)
Risiko
kredit : batas risiko mencakup
konsentrasi kredit nasabah, sektor tertentu atau negara tertentu, tingkat
risiko dari calon nasabah.
c)
Risiko
oprasional : batas risiko mencakup standar
kualitas minimum untuk operasi, sistem, dan proses.
Di samping itu, penetapan batas dapat
diperluas untuk mengendalikan risiko
bisnis tertentu.
6.
Fokus Pada Aliran Kas
Aliran kas
seharusnya menjadi perhatian perusahaan, namun banyak pihak-pihak yang
melakukan penyimpangan terhadap kas perusahaan. Oleh karena itu manajemen yang
baik harus bisa melakukan pengawasan yang memadai terhadap kas perusahaan.
Perawasan tersebut dapat berupa pengawasan sederhana contohnya adanya otorisasi
untuk setiap cek yang dikeluarkan atau untuk transfer uang. Mekanisme
pengawasan lainnya contohnya pengecekan konsistensi antara transaksi kas dengan
posisi kas.
7.
Sistem Insentif yang tepat
People respond
incentives, Sistem insentif akan membuat seseorang berprilaku tertentu. Timbulnya
risiko seringkali disebabkan oleh penyalahgunaan wewenang yang dimiliki oleh
pihak internal perusahaan atau karyawan perusahaan. Maka dari itu untuk
mengendalikan karyawan agar tidak terjadinya
penyalahgunaan wewenang diperlukannya suatu sistem penghargaan atau bonus bagi
karyawan. Dengan sistem ini maka dapat menurunkan tumbuhnya keinginan untuk menyalahgunakan
wewenang karena kesejahteraan karyawan secara umum telah terpenuhi.
Sistem
insentif juga dapat digunakan untuk merubah perilaku seseorang agar menjadi
lebih sadar akan risiko. Contohnya, Chase menggunakan Shareholders Valua Added
(SVA) sebagai cara untuk mendorong perilaku sadar risiko. Manajer Chase akan
dinilai berdasarkan SVA yang mereka ciptakan, SVA dihitug sebagi berikut:
SVA = Pendapatan Operasional – Beban untuk modal
Beban untuk modal dihitung berdasarkan risiko dari modal tersebut. Sebagai
contoh, jika manajer menggunakan modal untuk kegiatan yang berisiko, maka beban
modal akan lebih besar, sesuai dengan risiko yang lebih tinggi tersebut.
Melalui cara tersebut, risiko dikaitkan dengan kinerja. Jika kinerja melakukan
aktivitas yang berisiko, maka ia harus bisa menghasilkan keuntungan yang lebih
besar untuk menghasilkan kompensasi risiko tersebut.
Jika manajer dibebani dnegan target
penjualan tanpa memperhitungkan risiko, maka manajer akan selalu berusaha
meningkatkan penjualan. Ada kemungkinan besar bahwa risiko perusahaan dalam
situasi tersebut akan meningkat, karena secara umum ada hubungan positif antara
risiko dengan tingkat keuntungan termasuk penjualan. Manajer akan memasuki
wilayah yang lebih berisiko karena mengejar target penjualan tersebut.
8.
Mengembangkan Budaya Sadar Risiko
Pada pembahasan
sebelumnya telah banyak pembicarakan mengenai sisi keras dari manajemen risiko
seperti pengukuran risiko secara kuantitatif, struktur organisasi dan
sebagainya, dimana sisi keras tersebut diharapkan dapat mendorong perilaku
sadar risiko dari anggota organisasi. Disamping sisi keras terdapat sisi lunak
pada manajemen risiko yang perlu diperhatikan juga. Sisi lunak tersebut akan
terlihat pada budaya yang lebih sadar akan risiko. Dan untuk mendorong sisi
lunak tersebut dapat dilakukan dengan cara:
a)
Menetapkan
suasana keseluruhan (setting the tone) yang kondusif untuk perilaku yang
berhati-hati, dimulai dari atas dengan menunjukan komitmen dari manajemen
puncak.
b)
Menetapkan
prinsip-prinsip manajemen risiko yang dapat mengarahkan budaya, perilaku, dan
nilai risiko dari organisasi.
c)
Mendorong
komunikasi yang terbuka untuk mendiskusikan isu risiko, dampak risiko, dan
belajar bersama dari kejadian-kejadian di perusahaan sendiri atau di perusahaan
lainnya.
d)
Memberikan
program pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan manajemen risiko.
e)
Mendorong
perilaku yang mendukung manajemen risiko melalui evaluasi dan sistem insentif
yang sesuai.
PENUTUP
Karakteristik
manajemen risiko yang baik harus dipahami oleh perusahaan karena dengan melihat
karakteristik manajemen risiko yang baik akan berdampak positif bagi sebuah
perusahaan tersebut. Disini manajemen risiko yang baik mencakup tiga hal yaitu
formalitas dan sistematis, terintegrasi dan juga komperhensif. Ketiganya untuk
sebuah manajemen risiko yang baik harus ada.
Sedangkan untuk
lebih lengkapnya manajemen risiko yang baik mencakup beberapa elemen yaitu: Pertama,
memahami bisnis perusahaan agar ketika seseorang ingin mengelola risiko dapat
menyesuaikan dengan risiko-risiko yang sedang dihadapi. Kedua, formal
dan terintegrasi. Ketiga, mengembangkan infrastruktur risiko. Keempat,
menetapkan mekanisme kontrol. Kelima, menetapkan batas (limits). Keenam,
fokus pada aliran kas. Ketujuh, sistem insentif yang tepat. Kedelapan,
Mengembangkan budaya sadar risiko.
Dengan disusunnya makalah ini, dari
penulis berharap agar para pembaca khususnya mahasiswa dapat memahami dan
mengetahui tentang Karakteristik Manajemen Risko yang Baik sehingga bisa lebih
selektif dalam mengelola sebuah risiko karena manajemen risiko sendiri bukan
hanya berguna bagi sebuah perusahaan tapi berguna juga bagi kehidupan setiap
manusia jika dapat dilakukan dengan baik.
Dalam makalah ini mungkin sangat banyak
sekali kesalahan-kesalahan dari segi penulisan ataupun hal yang lainnya. Dengan
demikian saya sebagai penulis mohon maaf dan juga saya mengharapkan kritik dan
saran atas tulisan saya agar bisa membangun dan memotivasi saya agar membuat
tulisan yang jauh lebih baik lagi.
.
·
Hanafi
Mamduh M. Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2009
·
http://tonymisye.blogspot.co.id/2011/05/karakteristik-manajemen-risiko-yang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar