Arti dari kaidah “ لا ضر ر ولا ضرار “ adalah Tidak boleh ada penderitaan dari
penindasan, baik oleh dirinya maupun orang lain.
Namun Dharar (Dharar) secara etimologi adalah
berasal dari kalimat " Dharar" yang berarti mendatangkan
kesulitan dan kerusakan kepada pihak lain. Dalam segala hal yang mengakibatkan
kemudharatan, penderitaan, kesulitan itu tidak boleh ada. Maka upayanya
bagaimana untuk mencegah kemunculannya, ketika kenyataannya telah muncul maka
hal tersebut harus dihilangkan. Dan setelahnya harus dihindari keberulangannya.[1]
ﻻﻀﺮﺭﻮﻻﺿﺮار
Kaidah Adh-Dharuriyah ini tidak boleh memuat mudarat pada
dirinya sendiri dan tidak boleh membuat mudarat pada orang lain. Atas dasar
kaidah ini,tidak boleh seorang muslim berbuat sesuatu yang dapat membahayakan dirinya,
kehormatannya, atau harta bendannya.[2]
Sebagaimana juga seorang
musim tidak boleh mengganggu, meyakiti, merugikan, atau membahayakan orang
lain. Karena itu agama tidak membolehkan seorang memaksa dirinya melakukan
pekerjaan yang diluar kemampuannya, minum-minum keras, ganja/narkotika.
Demikian pula mengambil hak orang lain,menyuap,menipu dan sebagainya. Atas
dasar kaidah ini pula,fuqaha membolehkan orang tidak pergi shalat Jum’at karena
ia menderita penyakit-penyakit yang menular yang bisa membahayakan kesehatan
orang lain. Misalnya sakit lepra atau sakit TBC.[3]
Muhammad Abduh di dalam
kitabnya Al-Islam baina al llm wal
Madaniyah menyatakan bahwa pergi ke masjid untuk shalat jumat adalah wajib
kecuali jika ada banjir atau hujan lebat atau ada hal-hal yang bisa menimbulkan
kepayahan/kerepotan, maka gugurlah kewajiban shalat Jum’at.
Dijelaslah bahwa dengan kaidah ini,Islam bermaksud menjaga
keselamatan badan di samping keselamatan jiwa dan bahwa dan jiwa orang
didahulukan dari pada pelaksanaan kewajiban agama.Demikian pula, menurut
pandangan Allah (Islam) bagi orang yang sedang mengalami kesulitan atau
kesukaran apabila mempergunakan hukum rukhshah atau tetap melakukan hukum ‘azimah (sama baiknya) adalah sama saja[4]
Dasar-dasar dari nash yang berkaitan dengan kaidah
Adh-Dharuriyah ini seperti firman Allah SWT:
وَلَا تُمْسِكُوْ هُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوْأ وَمَنْ يَفْعَلُ ذَ لِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
Artinya: Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena
dengan demikian kamu menganiaya mereka”(Al-Baqarah : 231)
انَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِ يْنَ
Artinya:”Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash:77)[5]
Yang dimaksud ayat diatas menunjukan bahwa menyulitkan orang lain itu tidak
boleh,apalagi menyulitkan diri sendiri.
Kaidah Adh-Dharuriyah ini berasal dari hadits
yang berbunyi:
لَا ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Artinya: Tidak boleh membuat kemudharatan dan membalas kemudharatan. (HR.
Ibnu Majjah ra ditakhrijkan oleh
Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas)[6]
1.
الضَّرَارُ لاَ يَكُوْنُ قَدِيمًا
Artinya : “Kemudharatan yang terjadi tidak dapat
dianggap sesuatu yang telah lama adanya”
Kaidah ini adalah yang membatasi kaidah:
القَدِ يْمُ لَا يُتْرَكُ عَلَى قَدِ مِهِ
Artinya: “Yang telah ada dari Tuhan tidak ditinggalkan atas kedahuluannya”
Maksud dari kaidah ini yaitu bahwa manfaat dan
kegunaan yang dihargai adalah yang tidak terdapat kemudharatan yang dilarang
oleh syara’, jika halnya demikian haruslah kemudharatan itu dihilangkan dan
tidak boleh dibiarkan walaupun telah ada sejak dulu atau semua hal yang membawa
kemudharatan harus dihilangkan,walaupun hal tersebut sudah ada sejak dahulu
atau pun tidak.
Contohnya: Di ibaratkan ada seseorang yang
dari dulunya suka membohongi orang lain ( suka berbohong), sampai ia dikatakan
orang-orang sebagai pembohong. Maka orang tersebut harus ditegur/dinasehati
agar dia sadar atas kelakuannya yang salah walaupun dia suka berbohong sudah
dari dulu.[7]
2.
الضَّرَ رُ يُدْ فَعُ بِقَدْرِ الاِمْكَا نِ
Artinya : “Kemudharatan itu harus dihindarkan sedapat mungkin”
Yang dimaksud dari kaidah ini adalah kewajiban
menghindarkan terjadinya suatu kemudharatan atau usaha mencegah hal-hal terebut
agar tidak terjadi suatu kemudharatan dengan segala upaya yang dapat
diusahakan.[8]
Contohnya: Jika ada seseorang yang membuat
saluran air dijalan kemudian saluran air tersebut menggangu orang yang
lewat,maka ia wajib membuang saluran air tersebut dan mengganti atau
memperbaiki kerusakan akibat saluran airnya.[9]
3.
الضَّرَ رُ لاَ يُزَالُ بِمِثْلِهِ
Artinya: “Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang
sebanding”
Yang dimaksud dari kaidah ini adalah suatu
kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan cara melakukan kemudharatan lain
yang sepadan dengannya.
Contohnya: Tidak boleh seseorang yang
kelaparan mengambil makanan orang lain yang akan mati jika makanan tersebut
diambil.[10]
4.
الضَّرَارُ لَا يُزَالُ بِا لضَّرَ رِ
Artinya: “Kerusakan tidak dihilangkan dengan yang merusak”
Yang dimaksud dari kaidah ini adalah tidak boleh
seseorang melakukan suatu kemudharatan dengan cara melakukan kemudharatan
kepada orang lain.
Contohnya: Seseorang yang mempunyai penyakit kanker,sedangkan ia ingin
menyumbangkan darahnya kepada orang yang sedang membutuhkan darah dengan alasan
ia ingin menolongnya, Maka ia tidak diperbolehkan karena penyakit yang ia
derita dapat menular kepada orang lain melalui
darah yang ia terima.[11]
5.
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْظُوْ رَاتْ
Artinya: “Keterpaksaan dapat memperbolehkan hal-hal yang dilarang”
Dalam kaidah ini jika seseorang dalam keadaan
lapar dan terpaksa harus memakan bangkai atau darah atau hal-hal yang
diharamkan,maka ia boleh memakannya,atau jika seseorang mempunyai hutang akan
tetapi orang yang berhutang tersebut enggan membayar hutangnya,maka bisa
diambil hartanya tanpa seizin darinya.[12]
6.
الضرر يزال
Artinya :” Penderitaan harus dihilangkan”
Contohnya: Khiyar, ihtikar, dll atau hal-hal yang membawa kemudharatan yang
akan mengakibatkan penderitaan bagi diri sendiri atau orang lain itu harus dihilangkan.
7.
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya: “Mencegah kebrukan didahulukan dari pada mencari kebikan”
Contohnya: mengalokasikan dana kependidikan lebih baik dari pada membeli
rumah mewah
8.
يتحمل الضرر الخاص لدفع الضرر العام
Artinya : “Penderitaan khusus ditolerir demi mencegah
penderitaan yang lebih umum”
Contohnya : Membeli barang muhtakir, mencetak uang
secukupnya[13]
E. Pengecualian Dharar
Kemudharatan yang kecil boleh tidak dihilangkan demi menghilangkan
kemudharatan yang lebih besar. Contohnya : Orang miskin Ghosob tanah kosong
untuk tempat tinggal atau usaha, ketika orang yang mempunyai tanah tersebut
meminta maka ia harus pergi dengan membawa barang-barangnya walaupn ia akan
terkena kemudharatan[14]
Masyaqqah adalah suatu kesulitan yang menghendaki
adanya kebutuhan (hajat) tentang sesuatu,dan jika tidak terpenuhi akan
mempengaruhi eksistensi manusia. Sedangkan Dharar adalah kesulitan yang
sangat menentukan eksistensi manusia, karena jika tidak terselesaikan akan
mengancam agama, jiwa, nasab, harta serta kehormatan manusia.
Masyaqqah waktu terjadinya relatif lama dan biasa
terjadisecara terus menerus.Sedangkan Dharar relatif singkat. Masyaqqah
solusi alternatifnya banyak, sedangkan Dharar hanya ada satu. Dan dengan
adanya Masyaqqah mendatangkan kemudahan dan adanya Dharar akan
adanya penghapusan hukum.[15]
[4] Masjfuk Zuhdi (1987), Pengantar
Hukum Syariah,Jakarta: CV Haji Masagung
[6] Kamal muchtar, dkk (1995), Ushul
Fiqh jilid 2, Kaidah ketiga, yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.203
[7] Kamal muchtar,dkk (1995), Ushul
Fiqh jilid 2, kaidah Ketiga, yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.204
[8] Kamal Muchtar,dkk (1995), Ushul
Fiqh Jilid 2, Kaidah Ketiga, Yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.205
[9]
Http://almanhaj.or.id/content/3447/slash/0/tidak-boleh-membahayakan-orang-lain/
[10] Kamal Muhktar,dkk (1995), Ushul
Fiqh Jilid 2, Yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.206
[11] Jalaluddin Abdurrahman (1986),Lima Kaidah Pokok dalam
Fiqih Madzhad Syafi’i, Surabaya: PT Bina Ilmu,hlm.155
[12] Abdul Wahhab
Khallaf (1983), Kaidah-kaidah Hukum Islam,Tartib Hukum Syara’ Menurut
Tujuannya,Bandung: Risalah bandung, Yogyakarta: BalaiIlmu Yogyakarta,hlm.151-152
tulisan ayat Alquran (Albaqorah:231)terbalik. Mohon penulisnya mengedit kembali.
BalasHapus