Sabtu, 28 Maret 2015

kaidah dhururiyah



Arti dari kaidah “ لا ضر ر ولا ضرار “ adalah Tidak boleh ada penderitaan dari penindasan, baik oleh dirinya maupun orang lain.
Namun Dharar (Dharar) secara etimologi adalah berasal dari kalimat " Dharar" yang berarti mendatangkan kesulitan dan kerusakan kepada pihak lain. Dalam segala hal yang mengakibatkan kemudharatan, penderitaan, kesulitan itu tidak boleh ada. Maka upayanya bagaimana untuk mencegah kemunculannya, ketika kenyataannya telah muncul maka hal tersebut harus dihilangkan. Dan setelahnya harus dihindari keberulangannya.[1]

ﻻﻀﺮﺭﻮﻻﺿﺮار
Kaidah Adh-Dharuriyah ini tidak boleh memuat mudarat pada dirinya sendiri dan tidak boleh membuat mudarat pada orang lain. Atas dasar kaidah ini,tidak boleh seorang muslim berbuat sesuatu yang dapat membahayakan dirinya, kehormatannya, atau harta bendannya.[2]
            Sebagaimana juga seorang musim tidak boleh mengganggu, meyakiti, merugikan, atau membahayakan orang lain. Karena itu agama tidak membolehkan seorang memaksa dirinya melakukan pekerjaan yang diluar kemampuannya, minum-minum keras, ganja/narkotika. Demikian pula mengambil hak orang lain,menyuap,menipu dan sebagainya. Atas dasar kaidah ini pula,fuqaha membolehkan orang tidak pergi shalat Jum’at karena ia menderita penyakit-penyakit yang menular yang bisa membahayakan kesehatan orang lain. Misalnya sakit lepra atau sakit TBC.[3]
            Muhammad Abduh di dalam kitabnya Al-Islam baina al llm wal Madaniyah menyatakan bahwa pergi ke masjid untuk shalat jumat adalah wajib kecuali jika ada banjir atau hujan lebat atau ada hal-hal yang bisa menimbulkan kepayahan/kerepotan, maka gugurlah kewajiban shalat Jum’at.
            Dijelaslah bahwa dengan  kaidah ini,Islam bermaksud menjaga keselamatan badan di samping keselamatan jiwa dan bahwa dan jiwa orang didahulukan dari pada pelaksanaan kewajiban agama.Demikian pula, menurut pandangan Allah (Islam) bagi orang yang sedang mengalami kesulitan atau kesukaran apabila mempergunakan hukum rukhshah atau tetap melakukan hukum ‘azimah (sama baiknya) adalah sama saja[4]

Dasar-dasar dari nash yang berkaitan dengan kaidah Adh-Dharuriyah ini seperti firman Allah SWT:

وَلَا تُمْسِكُوْ هُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوْأ وَمَنْ يَفْعَلُ ذَ لِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
Artinya: Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka”(Al-Baqarah : 231)

انَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِ يْنَ
Artinya:”Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash:77)[5]
Yang dimaksud ayat diatas menunjukan bahwa menyulitkan orang lain itu tidak boleh,apalagi menyulitkan diri sendiri.

Kaidah Adh-Dharuriyah ini berasal dari hadits yang berbunyi:
لَا ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Artinya: Tidak boleh membuat kemudharatan dan membalas kemudharatan. (HR. Ibnu Majjah          ra ditakhrijkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas)[6]


1.        الضَّرَارُ لاَ يَكُوْنُ قَدِيمًا
Artinya : “Kemudharatan yang terjadi tidak dapat dianggap sesuatu yang telah lama adanya”

Kaidah ini adalah yang membatasi kaidah:

القَدِ يْمُ لَا يُتْرَكُ عَلَى قَدِ مِهِ
Artinya: “Yang telah ada dari Tuhan tidak ditinggalkan atas kedahuluannya”

Maksud dari kaidah ini yaitu bahwa manfaat dan kegunaan yang dihargai adalah yang tidak terdapat kemudharatan yang dilarang oleh syara’, jika halnya demikian haruslah kemudharatan itu dihilangkan dan tidak boleh dibiarkan walaupun telah ada sejak dulu atau semua hal yang membawa kemudharatan harus dihilangkan,walaupun hal tersebut sudah ada sejak dahulu atau pun tidak.
Contohnya: Di ibaratkan ada seseorang yang dari dulunya suka membohongi orang lain ( suka berbohong), sampai ia dikatakan orang-orang sebagai pembohong. Maka orang tersebut harus ditegur/dinasehati agar dia sadar atas kelakuannya yang salah walaupun dia suka berbohong sudah dari dulu.[7]

2.        الضَّرَ رُ يُدْ فَعُ بِقَدْرِ الاِمْكَا نِ
Artinya : “Kemudharatan itu harus dihindarkan sedapat mungkin”

Yang dimaksud dari kaidah ini adalah kewajiban menghindarkan terjadinya suatu kemudharatan atau usaha mencegah hal-hal terebut agar tidak terjadi suatu kemudharatan dengan segala upaya yang dapat diusahakan.[8]
Contohnya: Jika ada seseorang yang membuat saluran air dijalan kemudian saluran air tersebut menggangu orang yang lewat,maka ia wajib membuang saluran air tersebut dan mengganti atau memperbaiki kerusakan akibat saluran airnya.[9]

3.        الضَّرَ رُ لاَ يُزَالُ بِمِثْلِهِ
Artinya: “Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang sebanding”

Yang dimaksud dari kaidah ini adalah suatu kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan cara melakukan kemudharatan lain yang sepadan dengannya.
Contohnya: Tidak boleh seseorang yang kelaparan mengambil makanan orang lain yang akan mati jika makanan tersebut diambil.[10]

4.        الضَّرَارُ لَا يُزَالُ بِا لضَّرَ رِ
Artinya: “Kerusakan tidak dihilangkan dengan yang merusak”

Yang dimaksud dari kaidah ini adalah tidak boleh seseorang melakukan suatu kemudharatan dengan cara melakukan kemudharatan kepada orang lain.
Contohnya: Seseorang yang mempunyai penyakit kanker,sedangkan ia ingin menyumbangkan darahnya kepada orang yang sedang membutuhkan darah dengan alasan ia ingin menolongnya, Maka ia tidak diperbolehkan karena penyakit yang ia derita dapat menular kepada orang lain melalui  darah yang ia terima.[11]

5.        الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْظُوْ رَاتْ
Artinya: “Keterpaksaan dapat memperbolehkan hal-hal yang dilarang”

Dalam kaidah ini jika seseorang dalam keadaan lapar dan terpaksa harus memakan bangkai atau darah atau hal-hal yang diharamkan,maka ia boleh memakannya,atau jika seseorang mempunyai hutang akan tetapi orang yang berhutang tersebut enggan membayar hutangnya,maka bisa diambil hartanya tanpa seizin darinya.[12]


6.            الضرر يزال
Artinya :” Penderitaan harus dihilangkan
Contohnya: Khiyar, ihtikar, dll atau hal-hal yang membawa kemudharatan yang akan mengakibatkan penderitaan bagi diri sendiri atau orang lain itu harus dihilangkan.

7.            درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya: “Mencegah kebrukan didahulukan dari pada mencari kebikan”
Contohnya: mengalokasikan dana kependidikan lebih baik dari pada membeli rumah mewah

8.            يتحمل الضرر الخاص لدفع الضرر العام
Artinya : “Penderitaan khusus ditolerir demi mencegah penderitaan yang lebih umum”             
Contohnya : Membeli barang muhtakir, mencetak uang secukupnya[13]

Kemudharatan yang kecil boleh tidak dihilangkan demi menghilangkan kemudharatan yang lebih besar. Contohnya : Orang miskin Ghosob tanah kosong untuk tempat tinggal atau usaha, ketika orang yang mempunyai tanah tersebut meminta maka ia harus pergi dengan membawa barang-barangnya walaupn ia akan terkena kemudharatan[14]

Masyaqqah adalah suatu kesulitan yang menghendaki adanya kebutuhan (hajat) tentang sesuatu,dan jika tidak terpenuhi akan mempengaruhi eksistensi manusia. Sedangkan Dharar adalah kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia, karena jika tidak terselesaikan akan mengancam agama, jiwa, nasab, harta serta kehormatan manusia.
Masyaqqah waktu terjadinya relatif lama dan biasa terjadisecara terus menerus.Sedangkan Dharar relatif singkat. Masyaqqah solusi alternatifnya banyak, sedangkan Dharar hanya ada satu. Dan dengan adanya Masyaqqah mendatangkan kemudahan dan adanya Dharar akan adanya penghapusan hukum.[15]



[1] Muhamad Miqdam Makfi, laa dharaara wa laa dhiraara, Power Point, slide ke 2
[2] Drs.Masjfuk Zuhdi (1987), Pengantar Hukum Syariah, Jakarta:CV Haji Masagung
[3] Masjfuk Zuhdi (1987), Pengantar Hukum Syariah, Jakarta: CV Haji Masagung
[4] Masjfuk Zuhdi (1987), Pengantar Hukum Syariah,Jakarta: CV Haji Masagung
[5] Http://www.abdulhelim.com/2012/05/kaidah-asasiyah-tentang-adh-dhararu.html
[6] Kamal muchtar, dkk (1995), Ushul Fiqh jilid 2, Kaidah ketiga, yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.203
[7] Kamal muchtar,dkk (1995), Ushul Fiqh jilid 2, kaidah Ketiga, yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.204
[8] Kamal Muchtar,dkk (1995), Ushul Fiqh Jilid 2, Kaidah Ketiga, Yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.205
[9] Http://almanhaj.or.id/content/3447/slash/0/tidak-boleh-membahayakan-orang-lain/
[10] Kamal Muhktar,dkk (1995), Ushul Fiqh Jilid 2, Yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf, hlm.206
[11] Jalaluddin Abdurrahman (1986),Lima Kaidah Pokok dalam Fiqih Madzhad Syafi’i, Surabaya: PT Bina Ilmu,hlm.155
[12] Abdul Wahhab Khallaf (1983), Kaidah-kaidah Hukum Islam,Tartib Hukum Syara’ Menurut Tujuannya,Bandung: Risalah bandung, Yogyakarta: BalaiIlmu Yogyakarta,hlm.151-152
[13] Muhamad Miqdam Makfi, laa dharaara wa laa dhiraara, Power Point, Slide ke 10
[14] Muhamad Miqdam Makfi, laa dharaara wa laa dhiraara, Power Point, slide ke 11
[15] Http:// almutaqaddimin.blogspot.com/2012/10/adhdhararu-yuzalukesulitan-itu-harus.html

1 komentar:

  1. tulisan ayat Alquran (Albaqorah:231)terbalik. Mohon penulisnya mengedit kembali.

    BalasHapus